spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

1.000 Perempuan Menenun di Sukarara, Tradisi yang Tak Pernah Pudar

LOMBOK TENGAH – Bupati Lombok Tengah, Lalu Pathul Bahri, menegaskan pentingnya melestarikan budaya nyesek atau menenun tradisional yang menjadi warisan leluhur masyarakat Desa Sukarara. Dalam gelaran Festival Begawe Jelo Nyesek 2025, ia menyatakan bahwa tradisi ini bukan hanya soal mempertahankan nilai budaya, tapi juga memiliki dampak nyata bagi pertumbuhan ekonomi dan pariwisata daerah.

“Menenun ini harus tetap dilestarikan, karena budaya bisa menggerakkan ekonomi,” tegas Pathul Bahri saat membuka festival yang digelar di Desa Sukarara, Minggu (tanggal sesuai).

Menurutnya, kegiatan menenun yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat Lombok Tengah juga membuka peluang untuk peningkatan sektor wisata. “Budaya ini bukan hanya soal adat, tapi juga bisa menumbuhkan pariwisata. Kalau terus dijaga, tradisi ini dapat mendukung kesejahteraan masyarakat sekaligus mempercepat pembangunan daerah,” ujar Bupati.

Ia menambahkan bahwa pelaksanaan festival ke depan harus semakin meriah. Karena itu, pemerintah daerah berkomitmen menyiapkan dukungan anggaran melalui APBD untuk pengembangan tradisi menenun. “Kegiatan seperti ini harus disiapkan secara serius dan berkelanjutan. Kami akan alokasikan dukungan melalui APBD,” ujarnya.

Pathul juga menyoroti pentingnya edukasi budaya sejak dini kepada generasi muda, khususnya anak-anak perempuan. Ia meminta pemerintah desa aktif mengajarkan keterampilan menenun agar tidak punah. “Saya minta agar anak-anak generasi berikutnya diajarkan menenun. Budaya ini bisa jadi pendorong ekonomi jika tetap dilestarikan,” katanya.

Lebih jauh, ia menyebutkan bahwa Desa Wisata Tenun Sukarara kini tidak hanya dikunjungi wisatawan domestik, tetapi juga terus menarik minat wisatawan mancanegara yang ingin menyaksikan langsung tradisi menenun yang masih dijaga masyarakat. “Semoga kegiatan ini bisa menumbuhkan semangat masyarakat dalam menjaga warisan budaya tenun,” tambahnya.

Sementara itu, Kepala Desa Sukarara, Saman Budi, menjelaskan bahwa festival menenun massal ini memang bertujuan untuk menjaga budaya nyesek agar tetap hidup di tengah masyarakat. Tahun ini, sebanyak 1.000 perempuan penenun ambil bagian, mulai dari usia remaja hingga lansia. “Jumlah penenun sebenarnya sekitar 3.000 orang, tapi karena keterbatasan lokasi acara, hanya 1.000 yang ikut,” jelasnya.

Ia memastikan pembinaan terhadap generasi muda tetap dilakukan. Tradisi nyesek dianggap tidak sulit untuk dipelajari karena diwariskan secara turun-temurun di dalam keluarga. “Anak-anak perempuan di sini bisa belajar hanya dengan melihat orang tua mereka menenun. Sudah menjadi kebiasaan. Mereka pasti bisa,” kata Saman.

Festival Begawe Jelo Nyesek yang digelar setiap tahun ini telah menjadi simbol semangat pelestarian budaya lokal dan diharapkan terus berkembang sebagai penggerak ekonomi berbasis kearifan lokal di Lombok Tengah. (ant/ST)

Editor: Agus S

Most Popular