Penulis: Dr. Margarita D. I. Ottu, M.Pd.K., M.Pd.
Kota SoE, ibu kota Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), memasuki usia ke-103 tahun. Sebuah angka yang tidak sekadar menandai panjangnya perjalanan sejarah, tetapi juga mencerminkan ketahanan, dinamika, dan perkembangan kota kecil di pegunungan Timor ini. Dari awal berdirinya sebagai pusat kolonial, SoE bertransformasi menjadi ruang kehidupan yang penuh identitas budaya, kearifan lokal, dan semangat kebersamaan masyarakatnya. Kini, di usia lebih dari satu abad, SoE menghadapi tantangan sekaligus peluang untuk menata diri menuju pembangunan yang lebih berkelanjutan dan inklusif.
SoE lahir dan tumbuh dari sebuah sejarah panjang. Letaknya di dataran tinggi dengan hawa sejuk dan udara segar membuat kota ini menjadi pusat kolonial pada awal abad ke-20. Dari titik itu, SoE berkembang menjadi pusat pemerintahan, perdagangan, dan interaksi sosial masyarakat. Kehadiran pasar tradisional, jalur perdagangan, serta peran SoE sebagai ibu kota kabupaten menjadikannya simpul penting dalam jaringan sosial ekonomi masyarakat Timor Tengah Selatan.
Namun, yang menjadikan SoE istimewa bukan hanya sejarah administratifnya, melainkan juga identitas budaya yang melekat kuat. Masyarakatnya dikenal menjunjung tinggi persaudaraan, gotong royong, serta penghormatan terhadap tradisi leluhur. Di tengah derasnya arus modernisasi, nilai-nilai itu tetap menjadi fondasi kehidupan sosial yang meneguhkan karakter SoE sebagai kota yang berakar pada budaya Timor.
Seiring berjalannya waktu, SoE mengalami transformasi signifikan. Pembangunan infrastruktur menjadi salah satu penopang utama perkembangan wilayah ini. Jalan, jembatan, dan fasilitas umum yang semakin baik memungkinkan mobilitas masyarakat meningkat. Tidak hanya itu, infrastruktur pendidikan dan kesehatan juga mendapat perhatian.
Di bidang pendidikan, hadirnya sekolah-sekolah dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi telah membuka jalan bagi anak-anak TTS untuk meraih akses belajar yang lebih luas. SoE menjadi pusat ilmu pengetahuan, tempat generasi muda menumbuhkan mimpi dan menggapai cita-cita. Dari kota kecil ini, lahir sumber daya manusia yang kini mengabdi dan berkiprah di berbagai bidang, baik di tingkat daerah, nasional, maupun internasional.
Dalam sektor kesehatan, pembangunan rumah sakit, puskesmas, dan layanan kesehatan lainnya memberi harapan baru bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat. Meski tantangan masih dirasakan, mulai dari keterbatasan tenaga medis hingga sarana penunjang, langkah-langkah yang telah ditempuh menunjukkan tekad SoE untuk terus menata dan memperbaiki diri. Sementara itu, di ranah ekonomi, SoE tumbuh sebagai pusat perdagangan yang menopang denyut nadi TTS. Pasar tradisional, toko-toko kecil, serta usaha mikro menjadi penggerak utama aktivitas sehari-hari. Seiring waktu, geliat ekonomi kreatif pun kian terasa dengan hadirnya kuliner khas, kerajinan tangan, serta berbagai inovasi lokal yang memperkaya warna perekonomian masyarakat.
SoE, di usianya yang matang, telah menjelma menjadi pusat denyut kehidupan masyarakat TTS. Dari ruang-ruang belajar, sekolah dasar hingga perguruan tinggi membuka cakrawala ilmu bagi generasi muda yang menyalakan harapan dan menanam cita-cita. Dari kota kecil ini lahir insan-insan yang kini menorehkan karya, tak hanya di daerah, tetapi juga di panggung nasional dan bahkan internasional. Di sisi lain, pembangunan rumah sakit, puskesmas, dan berbagai layanan kesehatan menjadi penopang harapan hidup yang lebih layak, meski masih terselip tantangan berupa keterbatasan tenaga medis dan sarana. Namun, tekad SoE untuk terus menata diri membuat setiap langkah kecil menjadi pijakan menuju kemajuan. Dalam denyut ekonominya, pasar tradisional, toko-toko sederhana, dan usaha mikro menjadi nadi kehidupan, sementara kreativitas masyarakat kian tumbuh dalam bentuk kuliner khas, kerajinan tangan, dan usaha-usaha baru yang menambah warna pada perjalanan SoE. Semua ini berpadu membentuk harmoni: warisan yang terjaga, perjuangan yang berlanjut, dan masa depan yang kian terbuka.
Kota ini bukan hanya pusat pemerintahan, tetapi juga titik pertemuan budaya. Setiap tahun, festival budaya, upacara adat, hingga pameran pembangunan menampilkan identitas TTS yang kaya. Seni tari tradisional, kain tenun ikat, serta cerita rakyat menjadi warisan tak ternilai yang terus diwariskan dari generasi ke generasi. Festival Budaya Daerah TTS yang kerap digelar di SoE adalah bukti nyata bagaimana masyarakat tetap setia menjaga akar budaya mereka. Melalui tarian Maekat, Bonet, atau Sbo Bano, kita melihat filosofi kebersamaan dan gotong royong. Sementara itu, fashion show busana adat pengantin menegaskan keindahan tenun ikat Timor yang tidak hanya bernilai estetika, tetapi juga simbol status sosial dan spiritual. SoE dengan demikian bukan sekadar pusat administrasi, tetapi juga rumah kebudayaan, tempat di mana identitas masyarakat Timor Tengah Selatan terus hidup, berkembang, dan beradaptasi.
Memasuki usia ke-103, SoE menghadapi berbagai tantangan yang tidak ringan. Pertumbuhan Kota SoE membawa wajah baru urbanisasi dan modernisasi yang penuh warna. Infrastruktur yang semakin membaik membuat akses menjadi lebih mudah, namun derasnya arus perubahan juga menghadirkan dilema, yaitu identitas lokal perlahan tergerus oleh budaya populer global yang lebih dekat dengan generasi muda dibandingkan tradisi leluhur mereka. Di tengah geliat perdagangan yang menjadikan SoE sebagai pusat ekonomi, ketimpangan masih terasa. Masyarakat pedesaan belum sepenuhnya merasakan manisnya pertumbuhan, sementara kemiskinan dan pengangguran tetap menjadi pekerjaan rumah bersama. Sebagai kota pegunungan, SoE pun dihadapkan pada persoalan lingkungan hidup yang tak kalah genting, yaitu deforestasi, kekeringan, hingga krisis air yang terus menguji keseimbangan ekosistem alam. Tanpa pengelolaan yang bijak, keberlanjutan pembangunan akan rapuh. Di sisi lain, era digital membuka peluang besar, tetapi juga menyingkap kesenjangan: akses terhadap teknologi dan internet belum merata, padahal di sanalah kunci untuk meningkatkan kualitas pendidikan, mengembangkan ekonomi kreatif, dan memperkuat layanan publik. Semua tantangan ini menuntut perhatian dan langkah nyata agar SoE dapat tumbuh maju tanpa kehilangan jati dirinya.
Tantangan tersebut sejatinya bisa diubah menjadi peluang bila dikelola dengan bijak. Ada beberapa arah strategis yang dapat ditempuh. Pertama, SoE memiliki modal budaya yang kaya sebagai fondasi pembangunan ke depan. Pengembangan pariwisata berbasis budaya dan alam dapat menjadi motor ekonomi baru, di mana tenun ikat, tarian tradisional, dan kuliner khas dipromosikan lebih luas lewat festival, pemasaran digital, hingga kolaborasi dengan industri kreatif. Kedua, sebagai pusat pendidikan di TTS, SoE perlu memperkuat kualitas guru, kurikulum berbasis kearifan lokal, serta keterampilan abad ke-21 agar generasi muda mampu berpikir kritis, kreatif, dan melek digital tanpa tercerabut dari akar budaya mereka. Ketiga, dalam ranah ekonomi, penguatan pasar rakyat, koperasi, UMKM, serta usaha kreatif menjadi langkah penting untuk mewujudkan kemandirian masyarakat kecil, yang tentu harus ditopang dengan akses modal, pelatihan, dan jaringan pemasaran yang lebih luas. Keempat, pembangunan tak boleh mengorbankan alam. Penghijauan, konservasi air, dan penggunaan energi terbarukan harus menjadi prioritas demi keberlanjutan. Kelima, di era digital, transformasi juga mutlak dilakukan melalui peningkatan literasi digital masyarakat, bukan hanya untuk memperluas peluang ekonomi, tetapi juga untuk mendorong partisipasi warga dalam pembangunan.
Di usia ke-103, SoE adalah cermin dari perjalanan panjang sebuah kota kecil yang berjuang tumbuh di tengah keterbatasan. Kota ini adalah kebanggaan, bukan hanya bagi warganya, tetapi juga bagi seluruh masyarakat TTS. Semangat persaudaraan, gotong royong, dan cinta budaya yang hidup di masyarakat menjadi modal sosial yang sangat besar. Nilai-nilai inilah yang harus terus dijaga agar SoE tidak kehilangan jati dirinya di tengah arus perubahan zaman.
Generasi muda SoE dan TTS memiliki peran penting dalam menjaga dan melanjutkan estafet pembangunan. Mereka adalah penerus yang akan menentukan wajah SoE di masa depan. Karena itu, ada beberapa pesan penting: jangan melupakan akar budaya. Di tengah dunia digital, identitas lokal adalah kekuatan. Gunakan teknologi sebagai alat untuk mengembangkan potensi diri dan daerah. Bangunlah mental wirausaha agar tidak hanya mencari pekerjaan, tetapi juga menciptakan lapangan kerja. Jadilah generasi yang berkarakter, yang bangga menjadi bagian dari Timor Tengah Selatan.
Kota SoE di usia ke-103 adalah kota yang sedang berproses. Dari sebuah kota kecil kolonial menjadi pusat pemerintahan, perdagangan, kebudayaan, dan pendidikan. Dari sekadar pusat administratif menjadi rumah besar yang membesarkan identitas masyarakat Timor. SoE harus menata diri dengan pembangunan yang berkelanjutan, mengedepankan nilai budaya, menjaga alam, dan memanfaatkan teknologi. Dengan modal sosial yang kuat serta semangat kebersamaan masyarakat, SoE akan terus menjadi kebanggaan kita semua di Kabupaten Timor Tengah Selatan.
Dirgahayu Kota SoE ke-103.
Semoga kota ini semakin maju, berkarakter, dan tetap setia pada akar budaya yang telah membesarkannya.