SOE, TTS – Suasana tegang menyelimuti Kantor Desa Nusa, Kecamatan Amanuban Barat, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Seorang warga, Lazarus Tanono, mengaku mendapat perlakuan tidak wajar dari Babinkamtibmas saat proses mediasi yang turut dihadiri Kepala Desa.
Lazarus menuturkan, peristiwa bermula pada 17 September 2025 ketika dirinya dalam keadaan mabuk tanpa sadar masuk ke rumah tetangganya, Abdon Faot. Keesokan harinya, ia mendapati wajahnya memar. Setelah membeli obat ke Niki-Niki, Lazarus kemudian mendapat panggilan telepon dari Komandan Linmas untuk menghadiri mediasi di kantor desa.
Pada 18 September 2025, Lazarus mendapati sudah ada Abdon Faot, Babinkamtibmas, dan Kepala Desa. Ia mengaku langsung mendapat kata-kata kasar. “Saat sampai, Pak Babin bilang ‘bngst, bb*, kami sudah tunggu dari tadi’. Lalu saya disuruh berlutut. Saya tidak diberi kesempatan bicara,” ujarnya kepada wartawan.
Menurutnya, ia dituduh berkelahi dengan Abdon Faot dan diminta membayar denda. Awalnya, nominal yang ditetapkan mencapai Rp50 juta, namun setelah tawar-menawar, jumlah itu disepakati menjadi Rp5 juta. Lazarus juga mengaku diminta menyerahkan sejumlah uang untuk kebutuhan BBM aparat. “Saya merasa dipaksa ikut keputusan mereka. Kalau tidak, saya diancam akan diikat dan dibawa ke pos polisi,” tambahnya.
Merasa haknya dilanggar, Lazarus menunjuk Arman Tanono sebagai kuasa hukum. Arman menilai proses mediasi cacat prosedur. “Seharusnya ada surat panggilan resmi. Masa hanya dipanggil begitu lalu diintimidasi? Ini jelas tidak prosedural. Kami akan tempuh langkah hukum terhadap Babinkamtibmas maupun Kepala Desa,” tegasnya.

Di sisi lain, Babinkamtibmas Muhamad Fauzi membantah tuduhan intimidasi maupun cacian. “Saya tidak pernah mencaci maki atau mengancam. Bisa tanyakan langsung ke aparat desa yang hadir saat itu. Mediasi berjalan biasa saja,” ujarnya.
Fauzi menjelaskan, pada pertemuan lanjutan 2 Oktober 2025 tidak ada pembahasan baru selain permintaan denda dari pihak Abdon Faot, sementara Lazarus menolak dan memilih menempuh jalur hukum.
Kepala Desa Nusa, Yunus Nuban, membenarkan bahwa mediasi pertama memang tidak menggunakan surat panggilan resmi. Namun ia menilai situasi kala itu wajar. “Nada suara Babin memang tinggi, tapi itu hanya shock therapy supaya ada efek jera. Tujuannya agar masalah cepat selesai. Namun kalau mereka memilih lanjut ke jalur hukum, itu hak mereka,” jelasnya.
Kasus ini menimbulkan keresahan warga karena aparat keamanan yang seharusnya menjadi pelindung justru dianggap menimbulkan rasa takut. Warga berharap penyelesaian dilakukan secara transparan tanpa keberpihakan.
Kini, kasus tersebut resmi didampingi kuasa hukum dan dipastikan berlanjut ke ranah hukum. Publik menunggu langkah tegas aparat berwenang untuk memastikan apakah mediasi di Kantor Desa Nusa benar-benar melanggar prosedur atau sekadar miskomunikasi. (Sys/ST)
Editor: Agus S

