spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Layanan Keimigrasian di NTT Dikeluhkan Ribet, Ombudsman Desak Evaluasi Total

KUPANG – Kepala Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Darius Beda Daton, menerima kunjungan Deputi Bidang Koordinasi Hak Asasi Manusia Kemenko Polhukam RI, Dr. Ibnu Chuldun, Bc.I.P., S.H., M.Si., beserta jajaran, pada Selasa (22/10/2025) di Kupang.
Pertemuan tersebut membahas beragam keluhan masyarakat terhadap layanan keimigrasian di NTT dalam lima tahun terakhir yang dinilai semakin rumit dan memberatkan.

Menurut Darius, laporan masyarakat yang diterima Ombudsman menunjukkan bahwa proses pengurusan paspor biasa kini kian berbelit.
“Substansi keluhan paling banyak berkaitan dengan prosedur tambahan yang tidak diatur dalam regulasi,” ujarnya.

Salah satu keluhan utama ialah kewajiban melampirkan tiket pergi-pulang ke luar negeri bagi pemohon paspor biasa. Padahal, aturan yang berlaku hanya mensyaratkan dokumen seperti KTP, Kartu Keluarga, Akta Kelahiran, Akta Nikah atau Ijazah, serta surat baptis (jika ada).
“Tambahan syarat tiket ini membuat banyak warga batal mengurus paspor di NTT, bahkan memilih ke provinsi lain yang dianggap lebih mudah,” jelas Darius.

Akibatnya, sebagian masyarakat nekat berangkat ke luar negeri tanpa paspor, terutama ke negara seperti Malaysia, karena sulitnya memenuhi persyaratan administrasi di daerah sendiri.
Ombudsman menilai, kehati-hatian petugas dalam mencegah pekerja migran ilegal dan perdagangan orang memang penting, namun tidak boleh menjadi alasan untuk menghambat warga yang memiliki tujuan sah.

Selain itu, warga juga mengeluhkan lamanya penerbitan Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) bagi warga negara asing.
“Beberapa laporan menunjukkan waktu tunggu yang melampaui standar, sehingga menimbulkan kesan buruk terhadap layanan imigrasi Indonesia,” kata Darius.

Keluhan lain muncul terkait perubahan data paspor yang dinilai rumit, terutama untuk penyesuaian nama atau singkatan.
“Proses yang panjang membuat banyak pemohon merugi karena tiket pesawat yang sudah dibeli menjadi hangus,” tambahnya.

Tak hanya itu, Kantor Imigrasi Atambua juga menjadi sorotan karena dugaan praktik pelintas tanpa dokumen resmi di kawasan perbatasan PLBN Motaain.
Darius menyebut, masyarakat melaporkan adanya istilah ‘Paspor Gantung’ dan ‘Visa Gantung’, yang diduga dapat diperoleh dengan membayar sejumlah uang kepada oknum petugas imigrasi.
“Bahkan ada laporan bahwa pelintas tanpa dokumen bisa masuk ke wilayah Atambua melalui pos lintas Builalu dan Turiskain dengan membayar sekitar 10 dolar di tiap pos,” ungkapnya.

Menutup pertemuan tersebut, Darius memastikan seluruh keluhan telah dikomunikasikan dalam rapat koordinasi keimigrasian dengan jajaran Kantor Imigrasi di NTT.
“Kami berharap ini menjadi pintu masuk bagi perbaikan layanan keimigrasian ke depan,” tegasnya.

Ia juga mengapresiasi dukungan Deputi Bidang Koordinasi HAM Kemenko Polhukam RI dan jajaran yang telah berkomitmen memperkuat pelayanan publik di bidang keimigrasian.
“Semoga pertemuan ini membawa manfaat bagi masyarakat dan memperkuat pelayanan publik di bidang keimigrasian,” pungkas Darius. (Sys/ST)

Most Popular