SOE, TTS – Seorang warga Desa Sabun, Kecamatan Boking, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), bernama Noh Fafo resmi melaporkan dugaan tindak pidana penggelapan dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) ke Polres TTS. Laporan tersebut teregister dengan nomor LP/B/464/X/2025/SPKT/POLRES TIMOR TENGAH SELATAN/POLDA NUSA TENGGARA TIMUR, tertanggal 29 Oktober 2025.
Dalam laporan itu, Noh Fafo (39), warga RT/RW 016/008, melaporkan Thomas Lakmau yang diketahui merupakan perangkat desa, atas dugaan penggelapan dana BLT sebesar Rp1.800.000.
Peristiwa tersebut terjadi pada 14 Juli 2025 sekitar pukul 11.10 WITA di Desa Sabun. Berdasarkan keterangan pelapor, kasus bermula ketika dirinya tidak mendapatkan BLT yang seharusnya diterima. Namun, setelah menelusuri data di desa, ia menemukan bahwa namanya tercatat sebagai penerima bantuan tersebut.
“Saya merasa dibohongi karena dalam data desa saya tercatat sebagai penerima, tapi uangnya tidak pernah saya terima,” tulis Noh Fafo dalam laporan tersebut.
Akibat kejadian ini, korban mengalami kerugian sebesar Rp1,8 juta dan merasa dirugikan secara sengaja oleh terlapor. Kasus ini dilaporkan dengan dasar Pasal 372 KUHP tentang tindak pidana penggelapan. Dalam laporan itu juga disebutkan satu orang saksi bernama Melki Sedek Sila, warga Desa Boking, yang turut memberikan keterangan kepada penyidik.
Sebelumnya, penyaluran BLT tahap pertama di Desa Sabun menuai persoalan. Sebanyak 12 warga yang namanya tercantum dalam Surat Keputusan (SK) penerima bantuan justru tidak menerima undangan dan tidak mendapatkan bantuan sebagaimana mestinya.
Kepala Dusun III Desa Sabun, Okto Nenotek, kepada Siarantimor.com pada Selasa (28/10/2025) menjelaskan bahwa di wilayahnya terdapat empat warga yang seharusnya menerima BLT, namun tidak mendapat undangan saat pelaksanaan pembayaran.
“Nama mereka ada di SK, sudah disahkan dan ditandatangani oleh Sekretaris Desa. Tapi saat pembagian tanggal 14 Oktober, mereka tidak dapat undangan dan akhirnya tidak menerima bantuan,” ungkap Okto.
Menurutnya, kondisi serupa juga terjadi di dusun lain. Berdasarkan hasil penelusuran, masing-masing empat warga di Dusun I, Dusun III, dan Dusun IV mengalami hal serupa, sehingga total 12 warga Desa Sabun tidak menerima BLT tahap pertama, padahal nama mereka tertera dalam SK resmi penerima bantuan.
Okto menambahkan, setiap warga penerima seharusnya mendapatkan Rp1,8 juta per orang sesuai ketentuan penyaluran tahap pertama. Ia mengaku tidak mengetahui alasan pasti mengapa 12 warga tersebut tidak menerima haknya, meski seluruh data telah diserahkan lengkap oleh masing-masing kepala dusun.
“Kami kurang tahu kenapa nama mereka tidak dipanggil. Padahal kami sudah serahkan data sesuai permintaan, dan nama-nama itu sah karena sudah ada dalam SK,” katanya.
Salah satu warga, Noh Hafo, juga membenarkan adanya empat nama di wilayahnya yang mengalami hal serupa. Ia bahkan sempat menanyakan langsung kepada kepala dusun dan bendahara desa, namun tidak mendapat jawaban yang jelas.
“Saya tanya ke kepala dusun, tapi dia bilang tanya ke bendahara. Bendahara bilang nama saya tidak ada,” ujar Noh dengan nada kecewa.
Ia berharap pemerintah desa dapat segera memberikan penjelasan resmi agar persoalan ini tidak menimbulkan kecurigaan dan ketidakpercayaan di tengah masyarakat.
Sementara itu, Bendahara Desa Sabun, Thomas Lakmau, saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, mengatakan bahwa dirinya sedang dalam perjalanan menuju Soe.
“Nanti ketemu di Soe saja,” ujarnya singkat sebelum menutup sambungan telepon. (Sys/ST)

