Kupang, NTT – Akademisi Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Dr. Roland E. Fanggidae, menilai kebijakan pembebasan biaya layanan (gratis) untuk transaksi melalui QRIS di bawah Rp500 ribu berpotensi memacu pertumbuhan ekonomi daerah, khususnya sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
“Kebijakan progresif ini akan semakin meningkatkan penggunaan QRIS oleh pengusaha kecil dan UMKM, sekaligus mendongkrak nilai transaksi serta perputaran uang di tingkat daerah,” kata dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Undana Kupang itu di Kupang, Jumat malam (8/11/2025).
Menurut Roland, selama ini sebagian pelaku usaha masih khawatir dengan beban biaya layanan, sehingga pembebasan tarif diharapkan mendorong lebih banyak pelaku usaha menggunakan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS).
Sebelumnya, Merchant Discount Rate (MDR) atau biaya layanan yang dibebankan kepada pedagang ditetapkan sebesar 0,3 persen untuk transaksi di atas Rp100 ribu. Dengan kebijakan baru ini, transaksi kecil akan terbebas dari beban tambahan.
Ia menjelaskan, penggunaan QRIS di NTT terus menunjukkan perkembangan positif seiring meningkatnya inklusi dan literasi keuangan digital di masyarakat. Berdasarkan data Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT, hingga September 2025 tercatat 32,7 juta transaksi QRIS atau tumbuh 77 persen (yoy) dibandingkan 18,5 juta transaksi pada periode yang sama tahun 2024.
Jumlah pengguna juga meningkat menjadi 321 ribu orang atau tumbuh 5,10 persen (ytd) dibandingkan 305 ribu pengguna pada Desember 2024. “Kalau kita bicara QRIS hari ini, pengaruhnya besar dalam transaksi sehari-hari. Masyarakat sudah mulai terbiasa dengan pola non-tunai ini,” ujar Roland yang juga Local Expert Kementerian Keuangan di NTT.
Ia menambahkan, efektivitas kebijakan ini perlu diperkuat melalui inovasi dan literasi keuangan yang lebih masif di wilayah yang belum terjangkau, seperti pasar tradisional dan sentra ekonomi rakyat.
“Pedagang sayur dan ikan di pasar juga perlu didorong menggunakan QRIS. Begitu pula dalam berbagai event UMKM, bisa dibuat kompetisi jumlah transaksi QRIS agar partisipasi meningkat,” ujarnya.
Namun, Roland juga menyoroti tantangan geografis NTT yang belum sepenuhnya mendukung penggunaan QRIS karena keterbatasan jaringan dan infrastruktur. Ia mendorong Bank Indonesia serta lembaga perbankan mempercepat inovasi dan memperluas akses ke daerah-daerah pedesaan.
Selain sektor ekonomi, ia menilai pentingnya memperluas pemanfaatan transaksi digital hingga ke lembaga non-profit seperti gereja agar manfaat ekonomi non-tunai dapat dirasakan secara merata.
“Pada akhirnya, kebijakan ini tidak hanya memperkuat efisiensi transaksi, tetapi juga berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi Nusa Tenggara Timur,” pungkasnya. (ant/ST)
Editor: Agus S.

