JAKARTA – Perhimpunan Profesi Hukum Kristiani Indonesia (PPHKI) mendesak Pemerintah Pusat segera turun tangan menyikapi aksi-aksi intoleransi yang kembali mencuat di sejumlah daerah.
Pernyataan ini disampaikan menyusul peristiwa pengrusakan rumah doa milik jemaat Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) di Padang, Sumatera Barat, yang dinilai sebagai bentuk kekerasan berbasis SARA.
Dalam pernyataan sikap yang dirilis pada 29 Juli 2025, PPHKI meminta aparat penegak hukum untuk menindak tegas para pelaku dan aktor intelektual yang terlibat dalam tindakan intoleran dan anarkis terhadap jemaat GKSI.
Mereka menilai tindakan ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi juga ancaman terhadap wajah kebhinnekaan Indonesia.
“PPHKI mendesak Pemerintah Pusat agar segera turun tangan karena tindakan intoleran ini dapat mencoreng nilai-nilai Pancasila dan mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” tegas Ketua PPHKI Michael Hutagalung, SH LLM, bersama Sekjen PPHKI Rio Rantouw, SH dalam pernyataannya.
PPHKI juga menyoroti bahwa meskipun urusan keagamaan didelegasikan ke daerah berdasarkan asas desentralisasi, dalam situasi yang belum ideal, Pemerintah Pusat perlu campur tangan. Mereka mendorong pemerintah untuk tidak pasif dalam menghadapi intoleransi yang dilakukan oleh sebagian masyarakat.
Lebih lanjut, PPHKI meminta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk hadir di lokasi kejadian guna memberikan trauma healing bagi perempuan dan anak-anak yang turut menjadi korban intimidasi.
Di sisi regulasi, PPHKI mendorong Pemerintah Pusat meninjau ulang Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006. Mereka mengusulkan agar pemerintah menerbitkan kebijakan baru yang lebih komprehensif dan setara dengan Peraturan Presiden untuk menjamin penyelenggaraan kehidupan keagamaan yang aman dan inklusif di Indonesia.
Pernyataan ini dikeluarkan sebagai bentuk keprihatinan mendalam sekaligus seruan agar pemerintah tidak membiarkan intoleransi tumbuh dan berulang di berbagai wilayah. (ST)
Editor: Agus S