SOE, TTS – Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) resmi memulai proses revisi Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Tahun 2012–2031. Revisi dilakukan sebagai respons atas perubahan pembangunan yang signifikan dalam 13 tahun terakhir. Langkah awal ditandai dengan pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) I yang digelar Dinas PUPR Kabupaten TTS di Aula Mutis, Kantor Bupati TTS, Selasa (5/8/2025).
Kegiatan ini melibatkan Bupati TTS Eduard Markus Lioe, Ketua DPRD TTS Mordekay Liu, unsur Forkopimda, tenaga ahli dari ITN Malang Ardiyanto Maksimilanus Gai, perwakilan LSM, tokoh agama, stakeholder teknis, pejabat eselon II, hingga para lurah.
Dalam sambutannya, Bupati Eduard menekankan bahwa revisi diperlukan karena banyaknya perubahan di lapangan yang tidak lagi sesuai dengan dokumen RTRW lama. Ia mencontohkan bangunan yang dulunya kecil kini telah berkembang, bahkan banyak lahan kosong kini sudah terbangun.
“Perda Nomor 10 ini sudah berjalan kurang lebih 13 tahun, di mana sudah banyak pembangunan di wilayah kita sehingga harus kita lakukan penyesuaian. Yang dulu bangunan sederhana kini sudah berubah menjadi lebih besar. Yang dulu masih kosong kini sudah ada bangunan. Hal ini akan berdampak pada NJOP yang berubah dan harus kita sesuaikan karena akan berdampak pada realisasi PAD kita,” ujar Eduard.
Ia juga menegaskan pentingnya penataan ruang yang tidak hanya mengikuti perkembangan pembangunan, tetapi juga mengedepankan aspek keberlanjutan. “Kita ingin agar ke depan rencana pembangunan di daerah ini memperhatikan aspek kenyamanan, keamanan, produktivitas dan juga keberlanjutan,” tambahnya.
Ketua DPRD TTS, Mordekay Liu, menyoroti pentingnya partisipasi publik dan pemerataan pembangunan dalam revisi RTRW. Ia meminta agar hak-hak masyarakat kecil tidak diabaikan dalam proses ini.
“Kita ingin agar dengan revisi RTRW ini ke depan pembangunan di Kabupaten TTS bisa merata sampai ke pelosok desa. Selain itu, apa yang menjadi hak-hak masyarakat kelompok adat, petani, nelayan dan peternak harus diperhatikan secara baik,” tegas Mordekay, yang akrab disapa Decky.
Sekretaris Dinas PUPR TTS, Ferdi Timo, dalam laporannya menjelaskan bahwa ketimpangan antara dokumen RTRW dan realitas pembangunan di lapangan menjadi salah satu faktor utama revisi ini. Ia menyebutkan adanya dinamika perkembangan wilayah yang cepat—baik karena faktor internal maupun eksternal—memerlukan respons kebijakan yang tepat.
Menurut Ferdi, sejak diberlakukannya Perda RTRW tahun 2012, pembangunan di berbagai sektor seperti ekonomi, infrastruktur, permukiman, dan sosial di TTS mengalami percepatan. Hal ini harus diiringi dengan penyediaan ruang terbuka hijau, penguatan kawasan lindung, serta mitigasi terhadap potensi bencana.
“Berdasarkan hal tersebut, maka Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan pada Tahun Anggaran 2025 akan melakukan Penyusunan Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Focus Group Discussion (FGD) I sebagai tahapan awalnya,” ungkapnya.
Dalam FGD ini, terdapat enam tujuan utama: pertama, penyepakatan batas wilayah perencanaan; kedua, penjaringan isu pembangunan berkelanjutan dan perumusan konsep RTRW; ketiga, kajian terhadap kebijakan sektoral; keempat, kajian terhadap kebencanaan; kelima, identifikasi isu strategis wilayah; dan keenam, penyusunan kebutuhan data sekunder.
“Melalui tahapan revisi ini, kita ingin menghasilkan dokumen RTRW yang berkualitas, berkelanjutan, dan berbasis mitigasi bencana, serta terpadu dan komplementer terhadap hierarki rencana tata ruang di atasnya,” pungkas Ferdi. (STT/Sys)
Editor: Agus S

