LABUAN BAJO, 19/10 (ANTARA) — Kejaksaan Negeri (Kejari) Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dengan modus kredit fiktif di salah satu bank milik negara.
“Setelah penetapan tersangka, mereka langsung ditahan selama 20 hari untuk kepentingan proses hukum selanjutnya,” kata Kepala Kejari Sikka, Henderina Malo, melalui Kepala Seksi Intel Kejari Sikka, Okky Prastyo Ajie, saat dihubungi dari Labuan Bajo, Sabtu malam.
Delapan tersangka tersebut masing-masing berinisial AVADL, MJ, YD, YS, dan YM. Sementara itu, tiga tersangka lainnya masih berstatus daftar pencarian orang (DPO) yakni ADES, DDH, dan SM. Tersangka YM diketahui tengah menjalani penahanan dalam perkara lain.
Okky menjelaskan, tindak pidana tersebut dilakukan di tiga unit bank, yakni Unit Kewapante, Unit Nita, dan Unit Paga. Para pelaku diduga memanipulasi dokumen pengajuan kredit agar nasabah yang sebenarnya tidak memenuhi syarat tetap bisa memperoleh pencairan dana.
“Pegawai bank merekayasa data nasabah agar seolah-olah memenuhi kriteria persyaratan kredit. Setelah itu, data tersebut dimasukkan ke sistem dan dana kredit pun dicairkan,” ujarnya.
Selain itu, para pelaku juga menggunakan jasa pihak ketiga atau calo untuk melengkapi dokumen dan memfasilitasi pencairan kredit fiktif. “Calo atau pegawai bank menjanjikan pencairan kredit kepada nasabah, namun yang diterima nasabah hanya uang jasa atas penggunaan identitas mereka,” tambah Okky.
Dana yang sudah cair kemudian tidak diberikan kepada nasabah, melainkan dialihkan untuk kepentingan pribadi sejumlah pihak. Berdasarkan hasil audit dan laporan dari tiga unit bank, kerugian negara yang ditimbulkan mencapai miliaran rupiah.
Rinciannya, Unit Nita mencatat kerugian sekitar Rp1,1 miliar (Mei 2021–Desember 2022), Unit Kewapante sebesar Rp1,3 miliar (Mei 2021–Mei 2023), dan Unit Paga sekitar Rp1,1 miliar (Januari–Agustus 2023).
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 KUHP.
Secara subsidair, para tersangka juga dijerat dengan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang yang sama tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (ant/ST)

