KUPANG – Pemerintah Kabupaten Kupang menegaskan bahwa lahan seluas 400.000 meter persegi yang menjadi objek sengketa antara Yayasan Pendidikan Katolik Arnoldus (Yapenkar) dan Andreas S Langoday berada di wilayah Desa Penfui Timur, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang.
“Lokasi sengketa itu berada di Desa Penfui Timur, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang,” ujar Kepala Bagian Tata Pemerintahan (Kabag Tatapem) Kabupaten Kupang, Nofliyanto Amtiran, di Kupang, Rabu (30/7/2025) sore.
Pernyataan tersebut disampaikan menanggapi putusan sela Pengadilan Negeri (PN) Oelamasi yang menyatakan tidak berwenang secara relatif untuk mengadili perkara karena menilai objek sengketa berada di wilayah Kota Kupang. Akibatnya, PN Oelamasi mengabulkan eksepsi tergugat dan membebankan biaya perkara sebesar Rp1,3 juta kepada Yapenkar.
Menariknya, Pemkot Kupang juga menyatakan bahwa lokasi kampus Universitas Widya Mandira (Unwira) yang disengketakan tidak termasuk dalam wilayah administrasi Kota Kupang. Kabag Hukum Kota Kupang, Pauto Neno, mengungkapkan lokasi lahan berada di depan Politeknik Pertanian Negeri Kupang, dan termasuk dalam wilayah administratif Kabupaten Kupang.
“Jadi sesuai keterangan Tatapem dan Camat Lasiana, jelas bahwa lokasi sengketa berada di Kabupaten Kupang,” tegas Pauto.
Sementara itu, pihak Yapenkar menyatakan kekecewaannya atas putusan PN Oelamasi. Mereka menilai bahwa proses hukum yang berlangsung justru mengaburkan fakta sejarah dan administratif lahan yang telah digunakan untuk keperluan pendidikan sejak lebih dari empat dekade lalu.
Perwakilan Yapenkar, Pater Edigius Taemenas, menjelaskan bahwa pada 1982, yayasan menerima lahan seluas 400.000 meter persegi di Desa Oelnasi berdasarkan SK Menteri Dalam Negeri No. SK.30/HP/DA/86. Lahan itu dibebaskan oleh Panitia Pembebasan Tanah Kabupaten Kupang, disertai pembayaran ganti rugi kepada 14 penggarap.
“Lahan ini merupakan tanah negara dan seluruh proses pembebasan dilakukan secara sah. Pajak tanah pun selalu dibayarkan ke Kabupaten Kupang,” ujar Pater Edigius.
Ia menambahkan, kini pihaknya menyayangkan keberadaan sejumlah bangunan kamar kos yang telah berdiri di lahan tersebut, yang dibangun oleh pihak Andreas S Langoday, padahal status kepemilikannya masih disengketakan.
Pater Edigius menyebut, pihaknya telah meminta Pengadilan Tinggi Kupang, Komisi Yudisial, serta Badan Pengawas Mahkamah Agung untuk mengevaluasi putusan sela PN Oelamasi. Kuasa hukum Yapenkar juga telah diarahkan menempuh semua jalur hukum yang tersedia.
“Kami akan terus memperjuangkan hak atas tanah yang selama 43 tahun ini telah digunakan untuk kegiatan pendidikan tinggi,” pungkasnya. (ant/ST)
Editor: Agus S