JAKARTA – Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan mengikuti Sidang Penetapan Warisan Budaya Takbenda (WBTB) Indonesia Tahun 2025 yang digelar oleh Kementerian Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pelindungan Kebudayaan dan Tradisi. Kegiatan ini berlangsung pada 5–11 Oktober 2025 di Hotel Sutasoma Dharmawangsa, Jakarta Selatan.
Kehadiran delegasi Kabupaten TTS dalam sidang tersebut menjadi bukti komitmen pemerintah daerah dalam melestarikan dan memperjuangkan pengakuan terhadap kekayaan budaya lokal. Dalam kesempatan itu, Wakil Bupati TTS, Jhony Army Konay, menyampaikan dukungan penuh terhadap pengusulan enam karya budaya khas TTS untuk ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia.

Enam karya budaya yang diusulkan terdiri atas Juk Timor atau Bijol/Leku Boko, alat musik tradisional khas TTS yang digunakan dalam berbagai upacara adat dan kegiatan masyarakat; Tarian Oko Mama yang mencerminkan nilai kebersamaan, penghargaan terhadap perempuan, dan semangat gotong royong; Usaku, makanan tradisional dengan keistimewaan serta nilai sejarah yang kuat; Puta Laka’, kuliner khas yang menunjukkan kreativitas masyarakat dalam mengolah bahan pangan lokal; Rumah Adat Ume Lopo yang menjadi simbol arsitektur tradisional Timor dengan makna kebersamaan dan identitas sosial; serta Tenun Motif Lotis, karya tangan bernilai filosofi tinggi yang mencerminkan ketekunan dan estetika budaya masyarakat TTS.
Dalam sambutannya, Wakil Bupati Jhony Army Konay menegaskan bahwa pelestarian budaya merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. “Kabupaten TTS adalah daerah yang kaya akan nilai-nilai budaya dan tradisi. Pengusulan karya budaya ini bukan hanya untuk mendapatkan pengakuan nasional, tetapi juga untuk memastikan budaya kita tetap hidup, dipraktikkan, dan diwariskan kepada generasi berikutnya,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa pemerintah daerah terus melakukan berbagai langkah konkret dalam menjaga keberlanjutan budaya, antara lain melalui penyelenggaraan Festival Budaya TTS yang digelar rutin setiap tahun. Festival tersebut menjadi wadah ekspresi masyarakat lintas generasi untuk menampilkan karya budaya lokal, termasuk lomba dan pertunjukan seni yang melibatkan pelajar dari tingkat PAUD hingga SMA serta berbagai sanggar seni daerah.
Selain itu, Pemkab TTS juga mengintegrasikan nilai-nilai budaya lokal ke dalam kurikulum sekolah melalui program Muatan Lokal (Mulok). Program ini bertujuan agar generasi muda dapat memahami, mencintai, dan melestarikan warisan leluhur sejak dini. “Kita tidak boleh malu dengan budaya kita sendiri. Di tengah arus globalisasi dan kemajuan teknologi, budaya lokal harus menjadi benteng moral dan identitas yang kokoh,” tegasnya.
Dalam arah kebijakannya, Pemerintah Kabupaten TTS berkomitmen terus mendorong pelestarian budaya melalui peningkatan kapasitas pelaku budaya dan sanggar seni, dukungan terhadap riset dan dokumentasi kebudayaan, penyediaan ruang serta penyelenggaraan event budaya secara reguler, kerja sama dengan lembaga pendidikan dan perguruan tinggi, serta pengembangan ekonomi kreatif berbasis budaya lokal.
Sebagai informasi, sejumlah karya budaya TTS sebelumnya telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Nasional, antara lain Tarian Bonet pada 2019, Maekaet pada 2022, Sbo Bano pada 2023, serta Telsain dan Ume Khubu pada 2024.
Penetapan dan pengusulan karya budaya ini menegaskan bahwa TTS terus berupaya menjaga eksistensi serta kebanggaan terhadap warisan leluhur, sekaligus memperkuat identitas budaya daerah di tingkat nasional maupun internasional. “Warisan budaya bukan hanya milik masa lalu, tetapi juga aset masa depan. Melalui pelestarian budaya, kita membangun generasi muda yang berkarakter, beradab, dan bangga terhadap jati diri Timor,” tutup Wakil Bupati Jhony Army Konay. (Sys/ST)

