KUPANG – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (Pemprov NTT) terus memperkuat komitmen mewujudkan Dasa Cita pertama kepemimpinan Gubernur Emanuel Melkiades Laka Lena, yakni membangun rantai pasok yang efisien dan berkelanjutan di sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kelautan. Salah satu langkah konkretnya diwujudkan melalui kolaborasi dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) dalam program hulu–hilir kakao terpadu yang akan mulai dijalankan pada tahun 2026.
Gubernur Melkiades Laka Lena, didampingi Kepala Dinas Perkebunan Provinsi NTT, Joaz Bily Oemboe Wanda, menerima audiensi dari Direktur Penyaluran Dana Sektor Hulu BPDP, Normansyah Hidayat, serta Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) NTT, Adi Setiawan, di Ruang Kerja Gubernur, Kamis (9/10/2025).
Pertemuan tersebut membahas potensi besar sektor perkebunan, khususnya komoditas kakao, serta rencana pengembangannya melalui program terpadu dari hulu hingga hilir. Gubernur Melki menekankan pentingnya langkah nyata dan konsistensi dalam pelaksanaan program tersebut.
“Kita mulai dulu dengan yang ada. Entah besar atau kecil, yang penting dimulai dulu agar bisa menjadi contoh untuk pengembangan ke depan,” tegas Gubernur Melkiades Laka Lena.
Direktur Penyaluran Dana Sektor Hulu BPDP, Normansyah Hidayat, menjelaskan bahwa NTT akan menjadi model nasional dalam pengembangan kakao. Salah satu lokasi yang telah dipilih adalah Zuzuzea, Nangapenda, Kabupaten Ende, yang dinilai memiliki potensi besar dari pembibitan hingga pengolahan hasil.
“Program ini bersifat full package — mencakup pembibitan, peremajaan, perawatan, panen, hingga hilirisasi hasil panen. Bahkan disiapkan juga beasiswa untuk peningkatan sumber daya manusia di wilayah pengembangan kakao,” ungkap Normansyah.
Sementara itu, Kepala Dinas Perkebunan Provinsi NTT, Joaz Bily Oemboe Wanda, menyebutkan bahwa NTT memiliki sekitar 60.000 hektare lahan kakao dengan produksi mencapai 20.000 ton per tahun. Namun, sebagian besar tanaman telah berusia tua sehingga membutuhkan peremajaan melalui dukungan program ini.
“Program ini akan membantu petani dengan dukungan hingga dua hektare per orang. Kami juga menyiapkan bibit lokal unggul sesuai standar agar manfaat ekonomi dapat dirasakan langsung oleh masyarakat,” jelas Joaz.
Beberapa kabupaten yang menjadi sentra produksi kakao di NTT antara lain Sikka, Ende, Flores Timur, Manggarai Timur, dan Sumba Barat. Pemprov NTT melalui Dinas Perkebunan telah berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten, khususnya Kabupaten Ende, untuk memfasilitasi pelaksanaan program. Tahapan awal berupa identifikasi Calon Petani dan Calon Lokasi (CPCL) kini tengah dilakukan agar penerima bantuan tepat sasaran.
Program hulu–hilir kakao ini direncanakan mulai berjalan pada tahun 2026 setelah regulasi pendukungnya diterbitkan oleh Kementerian Hukum dan HAM. Implementasinya juga akan disinergikan dengan Anggaran Bantuan Transfer (ABT) untuk menghindari tumpang tindih atau pendobelan bantuan.
Inisiatif ini menjadi langkah strategis membangun ekonomi baru NTT yang berkelanjutan dan bernilai tambah tinggi, sekaligus memperkuat daya saing daerah di tingkat nasional. Semua itu sejalan dengan semangat “Ayo Bangun NTT” melalui kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat. (Sys/ST)
Editor: Agus S

